Putri Kaca Mayang

Kerajaan Gasib dahulu berada di Hulu Sungai Jantan (Sungai Siak), Kerajaan Gasib sendiri merupakan kerajaan Hindu/Budha sebelum agama Islam masuk dan menjadi agama kerajaan. Banyak sejarah dan kisah dengan berbagai versi diceritakan oleh masyarakat Kampung Adat Gasib. Konon Kerajaan Gasib yang berdiri pada abad ke 14 dan 15 menjadi penerus Kerajaan Sriwijaya setelah runtuh pada sekitar akhir abad ke 13. Demikian Juru Kunci Makam Putri Kaca Mayang membuka alkisah saat berbincang-bincang dengan Nuskan Syarif dari Bahtera Alam.

Peninggalan istana Kerajaan Gasib konon berada di dalam anak Sungai Jantan yang disebut dengan Sungai Gasib. Kerajaan Gasib dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Bedagai dengan seorang panglima besar bernama Panglima Ghimbam dengan gelar Panglima Panjang. Kerajaan Gasib pernah menyerang Aceh dan mengambil kembali Puteri Kaca Mayang kemudian dipersembahkan kepada Raja Gasib. Masyarakat dan kerajaan menjadi penganut Islam sejak di bawah kekuasaan Malaka hingga tahun 1723. Sejak itu daerah Siak dan sekitarnya di bawah penguasa Empayar (emperor) Johor Riau sebagai pewaris Kesultanan Malaka.

Ada beberapa peninggalan Kerajaan Gasib Selain Makam Putri Kaca Mayang, peninggalan tersebut adalah pecahan keramik dari negeri Cina yang diduga berasal dari Dinasti Sung atau Dinasti Ming. Kerajaan Gasib mempunyai daerah kekuasaan di sepanjang Sungai Siak (Sungai Jantan), sampai ke kuala ke arah Timur dan ke arah Barat Hulu Siak dari Bukit Suligi di Tapung Kanan dan Tapung Kiri yang terbatas dengan negeri Minangkabau. Bukti peninggalan lainnya masih disimpan oleh seorang bendahara dari Batu Gajah di Tapung Kiri yakni berupa sebilah keris dan gagangnya yang merupakan hadiah dari Raja Gasib. Demikian pula bendahara dari Tadun yang menyimpan sebuah perisai diduga merupakan hadiah dari Raja Gasib.

Pemberian penghargaan seorang raja kepada wakil di wilayahnya merupakan wujud penghargaan yang tiada ternilai karena wakilnya dapat menjaga keamanan dan kesejahteraan rakyatnya. Kerajaan Gasib dalam menjalankan pemerintahan mengalami dua periode, yaitu periode masa pemerintahan di bawah raja yang beragama Hindu/Buddha, dan periode di bawah pemerintahan raja beragama Islam.

Sebuah makam tua di Kampung Adat Gasib yang berada di dalam Sungai Gasib, berdasarkan dari bentuk nisan dan informasi masyarakat Desa Gasib, makam ini merupakan makam seorang perempuan kerajaan, dan konon adalah makam seorang putri Kerajaan Gasib yang bernama Putri Kaca Mayang.

Kisah Putri Kaca Mayang menjadi hikayat ternama di dalam masyarakat Kampung Adat Gasib khususnya dan masyarakat Riau umumnya. Adalah seorang putri kerajaan yang memiliki paras nan elok sehingga banyak pembesar kerajaan bahkan raja-raja kerajaan lain terpesona, salah satunya adalah Raja Aceh. Menurut kisahnya, Putri Kaca Mayang kemudian diculik dan dilarikan oleh Raja Aceh untuk dijadikan permaisuri. Hal ini membuat Raja Gasib murka, lalu mengutus Panglima Panjang atau Ghimbam untuk merebut kembali Putri Kaca Mayang dan dibawa pulang ke Kerajaan Gasib.

Kemudian pecah perang anatara kedua kerajaan dan akhirnya puteri kacang mayang berhasil dibawa pulang kembali oleh panglima Ghimbam dan disearahkan kepada Raja Gasib namun dalam keadaan meninggal dunia.

.
Konon tuan puteri kelelahan akibat dikepit oleh Panglima Ghimbam saat peperangan terjadi.

Panglima Ghimbam sangat bersedih hati karena gagal melaksanakan titah raja dengan baik, kemudian panglima memutuskan mundur dari kerajaan, melepaskan pangkat kebesarannya, lalu menyendiri dan menjadi rakyat jelata.

Menurut Juru Kunci Makam Putri Kaca Mayang, panglima memohon izin kepada raja dan memutuskan lepas dari kebesaran Kerajaan Gasib. Panglima kemudian menyusuri hulu Sungai Jantan, dan ketika sampai di wilayah hulu, panglima kemudian bermukim dan menghabiskan sisa waktu hingga akhir hayatnya. Di daerah Senapelan terdapat sebuah makam tua dengan ukuran besar dan panjang dan disebut sebagai makam Panglima Besar Kerajaan Gasib, Panglima Ghimbam.

Sejak kepergian Panglima Ghimbam dari Kerajaan Gasib, masa keemasan dan kemashyuran kerajaan ini lambat laun memudar, kebesaran kerajaan beserta masyarakatnya kemudian tenggelam di dalam arus Sungai Gasib yang penuh misteri, hanya menyisakan salah satu bukti sejarah yaitu sebuah bangunan makam Putri Kaca Mayang yang melegenda, terbujur bisu di undak sebuah bukit tanah yang tinggi dan berawa. Nisannya yang terbuat dari batu berpahat menyisakan banyak cerita yang tak terungkap, hening, sehening air Sungai Gasib yang mengalir tenang